Rabu, 25 Desember 2013

Lelah

Apa yang kamu lakukan ketika kamu lelah? Beristirahat. Ya tentu saja. Itu pula yang akan kamu lakukan ketika kamu lelah dengan hubunganmu. Kamu akan meminta waktu untuk beristirahat. Dalam waktu yang kamu dan ia sanggup.
Waktu itu, tepatnya sekitar tanggal 20 Januari 2013, aku dan ia memutuskan untuk beristirahat atas apa yang telah kami jalani selama 1 tahun 3 bulan ini. Aku lelah dan ia tidak bisa memaksaku untuk tetap bertahan. Akhirnya, aku pergi.
3 hari. Waktu yang kubutuhkan untuk berhenti bersedih. Aku yang pergi dan aku juga yang bersedih. Lucu. Konyol lebih tepatnya. Di hari ketiga itu, dimana ketika itu aku rasa aku sudah cukup bahagia dengan kesendirianku, ia kembali datang, tanpa kabar. Siapa sangka, candaan yang biasa ia lakukan, jadi kenyataan. Ia berkata, “coba keluar ke balkon, lihat ada siapa.”
Sayangnya saat itu aku sedang tak ada di kosan. Dan tentu saja aku tak percaya dengannya. Aku menganggapnya tetap sebagai candaan. Sampai akhirnya ia menelponku, meyakinkanku. Aku pun saat itu juga kembali ke kosan. Namun, ia tak ada. Kesal. Dan kemudian kuhubungi ia lagi. Saat itu kutumpahkan semua kesalku kepadanya lalu kulihat ia datang dari kejauhan. Mengendarai motor, menggunakan sepatu coklat kesukaannya dan menggunakan jaket cream yang belum pernah ia pakai selama ini, belakangan aku tau jaket itu milik temannya.
Dengan membawa sweatshirt hitam bertuliskan “I’m yours”, bergambarkan emily karakter favoritku dan tanda tangan kecil di ujungnya yang bermulakan with love dan diakhiri dengan namanya. Tulisan itu dituliskannya sendiri dengan spidol putih dan emas yang ia miliki. Saat itu juga ia berkata “kayak dulu lagi, mau ya?” dan tanpa pikir panjang aku mengangguk, menandakan aku setuju.
Yah, lemah memang, tapi kupikir saat ini aku tidak pantas untuk bermain-main lagi, aku harus bisa bertahan pada komitmen yang telah kupilih. Dan sekarang, kami berusaha bersama.

Minggu, 22 Desember 2013

Sepeda Baru

  • Suatu pagi saat iseng sms papa..
  • Aku :Papa difa mau sepeda baru
  • Papa :Sepedakan udah ada
  • Aku :Difanya ga sampe
  • Papa :Diakalin. Dirumah udah ada dua sepeda. Kalo beli lagi untuk sementara uangnya belum ada.
  • Aku :Diganti aja rodanya biar ngga terlalu tinggi. Papa tolong bawain ke bengkel sepeda dong. Difa ngga tau dimana hehe
  • Papa :Kalo diganti rodanya jadi pendek, nanti kalo dinaikin seperti sarimin topeng monyet naik sepeda. Hahaha.
  • Aku :........

Spesial Hari Ibu

“mama, aku sayang kamu”
Satu kalimat yang bisa bikin si ibu nangis ngga karuan. Satu kalimat yang dirasa cukup untuk jadi sebuah harga dari semua perjuangan yang sudah ia lakukan. Kapan terakhir kali kamu berkata begitu pada ibumu? Masih ingatkah kamu isakan tangisnya ketika mendengarmu berkata seperti itu?
Lucu ketika mengingat betapa seringnya kita mengucap kata itu saat kita masih kecil, bayangkan kebahagian sebesar apa yang ibumu selalu rasakan. Ketika kita sudah dewasa, seakan mulut menjadi lebih bisu. Arti kebahagiaan kita ukur secara materiil. Kata-kata “mama, aku sayang kamu” hilang ditelan waktu.
Untuk hari ini, masihkah kamu membiarkan kata-kata itu hilang ditelan waktu? my mom always said “dimulai dulu dari yang kecil, nanti kan makin lama makin besar”

Senin, 02 Desember 2013

Keluarga Baru



Teaching Assistant Labkom Manajemen 2013/2014

Senin, 04 November 2013

Hidup


“Kenapa kita ngga bisa barengan lagi kayak dulu? bertiga kemana-mana”
Salah satu pertanyaan yang muncul, ketika aku bertemu dengan salah satu sahabatku. Dari situlah semua konklusi ini bermula. Perjalanan kami bertiga bisa dibilang sangat menarik. Kami pernah merasakan senang, sedih, susah, semuanya bersama. Di kala satu orang jatuh, dua yang lainnya membantu berdiri. Memang menjadi sebuah pertanyaan besar kenapa kami terpisah saat ini.
Tapi yang kami sama-sama tau, ini bukan mau kami, tapi keadaanlah yang membuatnya begini. Miris memang, klise, awalnya. Tapi ini juga yang membuatku merubah fikiran mengenai satu kata yang kusebut keadaan. Keadaan tidak salah, ia hanya mencoba membantu kita mensortir jalan, ketika banyak jalan di depan sana dan kita kebingungan. Ketika kita tidak tau kemana harus berjalan, keadaanlah yang menuntun kita. Sadar atau tidak sadar.
Kami bertiga awalnya sangat dekat yang menyebabkan kami saling bergantung satu sama lain. Kedekatan kami bahkan sudah melebihi kedekatan sesama sahabat. Semua cerita kami bagi. Semua kisah satu persatu kami dalami. Semua masalah kami hadapi. Hati kami intim, sangat. Aku sendiri bahkan tidak pernah sedikitpun terfikir akan terpisah dengan mereka. Sampai di suatu titik, dimana Tuhan menegur kami, dengan menugaskan keadaan untuk menyadarkan kami bahwa kami harus bisa berdiri sendiri, menghadapi semuanya sendiri, dengan pilihan dari sudut pandang kami sendiri. Ya, seperti sekarang ini.
Terdengar menyedihkan, tapi hasilnya kami berubah, ke arah yang lebih baik tentunya dan yang paling berlawanan adalah, kami bahagia. Kami bahagia seperti ini, kami punya jalan kami masing-masing, kami masih bisa berbagi disaat kami memang harus berbagi, tidak seintim dulu, tetapi lebih menyenangkan. Susah di definisikan, yang jelas kami bangga terhadap kami.
Dari pengalaman ini, sebuah catatan kecil untukku pun muncul. Bukannya jangan menyerah dengan keadaan, tapi percayalah pada keadaan. Lihat dan pelajarilah semuanya dari segala sisi, karna keadaan selalu memiliki sisi baik di dalam perjalanannya.